SIFAT dermawan dan kemuliaan merupakan akhlak yang sangat agung. Ketahuilah bahwa sesungguhnya kedermawanan maupun kebakhilan itu bertingkat-tingkat. Derajat kedermawanan yang tertinggi adalah sikap _iitsar_ , yaitu tidak segan-segan berinfak kepada orang lain meski diri sendiri sebetulnya memerlukannya. Sikap _iitsar_ dikatakan sebagai puncak kedermawanan karena biasanya yang disebut dengan kedermawanan sebetulnya adalah menafkahkan harta yang tidak dibutuhkan. Hal ini sebetulnya tidak begitu berat dibandingkan sikap menafkahkan sesuatu kepada orang lain di saat diri sendiri sesungguhnya membutuhkannya.
Islam telah menetapkan bahwa infak hendaknya untuk mendapatkan ridha Allah. Dan, itu hendaknya di jalan Allah dan dalam pelbagai bentuk kebaikan. Hendaknya seseorang yang memberikan infak berharap diterima oleh Allah dan diberi ganjaran yang melimpah berlipat ganda. Sebagaimana firman-Nya, “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah, 2:261).
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam telah bersabda, “Sesungguhnya Allah Swt; memurnikan agama ini untuk diri-Nya, dan tidaklah layak bagi agama kalian kecuali sifat pemurah, dan akhlak yang baik. Karena itu hiasilah agama kalian dengan kedua sifat tersebut.” (HR. Thabrani melalui Imran ibnu Hushain r.a.).
Sesungguhnya Allah Swt. memurnikan agama ini untuk diri-Nya. Makna yang dimaksud ialah semua amal perbuatan dan ibadah hanya ditujukan kepada-Nya, bukan kepada selain-Nya, seperti yang disebutkan dalam firman-Nya, “Katakanlah, “Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama.” (QS. Az-Zumar: 11). Oleh karena itu, maka tidaklah layak bagi agama kita kecuali kita harus menghiasinya dengan sifat pemurah dan akhlak yang baik, sesuai dengan keagungan Allah Swt. yang telah menetapkannya.
Dalam hadits yang senada Rasulullah Saw.
bersabda, “Sesungguhnya Allah Swt. Maha Pemurah, Dia mencintai sifat pemurah, dan Dia mencintai akhlak yang mulia serta membenci akhlak yang rendah.” (HR. Na’im melalui Ibnu Abbas r.a.). Hal yang sama ditegaskan pula dalam hadits ini dengan ungkapan yang berbeda, bahwa Allah Maha Pemurah, karena itu Dia mencintai sifat pemurah, dan Dia menyukai akhlak yang agung serta benci terhadap akhlak yang rendah. Dalam hadits lain disebutkan, “Bersikap pemurahlah niscaya Allah akan pemurah kepadamu.”
Dalam hadits yang lain Rasulullah Saw. bersabda, “Lindungilah kehormatan kalian dengan harta benda kalian.” (HR. al-Khathib). Dalam hadits yang lain juga dinyatakan, “Peliharalah kehormatan kalian dengan harta kalian, dan hendaknya seseorang di antara kalian membela agamanya melalui lisannya dengan cara yang baik.” (HR. Imam Ibnu ‘Asakir).
Kedua hadits ini menganjurkan kepada kita agar bersikap dermawan karena orang yang dermawan itu disegani oleh orang lain; mereka tidak dapat berbuat yang tidak layak terhadap seseorang yang mempunyai sifat ini. Oleh sebab itulah, Nabi Saw. melalui hadits ini menganjurkan, “Lindungilah kehormatan kalian dengan harta benda”, maksudnya bermurah hati dan bersifat dermawanlah kalian, niscaya kehormatan kalian akan disegani dan dihargai. Dalam hadits yang lain juga dinyatakan, “Barang siapa di antara kalian mampu memelihara agama dan kehormatannya dengan harta bendanya, maka hendaknya ia mengerjakan (hal tersebut).”
Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, telah bersabda, : “Tiap menjelang pagi hari dua malaikat turun. Yang satu berdo’a : “Ya Allah, kùrniakanlah bagi orang yang menginfakkan hartanya tambahan peninggalan.” Malaikat yang satu lagi berdo’a, “Ya Allah, timpakan kerusakan (kemusnahan) bagi harta yang ditahannya (dibakhilkannya)”. (HR. Muslim & Bukhari).
Hadits ini menjelaskan bahwa barangsiapa yang bersikap dermawan, maka ia didoakan oleh dua malaikat agar hartanya bertambah. Dan barangsiapa yang bersikap kikir, maka kedua malaikat itu mendoakannya agar hartanya rusak dan binasa.
Allah subhanahu wata’ala telah berfirman dalam surat al-Anfal, 8: 3-4, : “(Yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang beriman dengan sebenar-benarnya.”
Kedermawanan adalah sifat pertengahan antara kikir dan boros. Allah subhanahu wata’ala telah berfirman, : “Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya sehingga kamu menjadi tercela dan menyesal”. (al-Isrâ, 17:29).
Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam telah bersabda, : “Sifat dermawan (pemurah) merupakan suatu pohon di antara pohon-pohon surga yang ranting-rantingnya menjulur hingga ke dunia; barangsiapa memegang salah satu dari rantingnya, maka ranting tersebut akan menuntunnya ke surga. Sifat kikir merupakan salah satu pohon di antara pohon-pohon neraka yang ranting-rantingnya menjulur ke dunia; barangsiapa memegang salah satu di antaranya, maka ranting tersebut akan menuntunnya ke neraka.” (HR. Baihaqi).
Kedermawanan mendorong kepada sifat-sifat baik lainnya, sebagaimana kikir menuntun kita kepada sifat-sifat tercela lainnya. Jika seorang dermawan memberi harta dan hidup dengan bahagia dan berkecukupan. Sedangkan orang lain kikir menghimpun harta, dan dia hidup dengan susah dan merugi. Salah satu kemalangan orang kikir adalah dia mengumpulkan harta bukan untuk dirinya, melainkan untuk orang lain setelah matinya.
Nabi Muhammad Saw. telah bersabda, : “Orang yang dermawan dekat dengan Allah, dekat dengan manusia, dekat dengan surga, dan jauh dari neraka. Sedangkan orang yang kikir jauh dari Allah, jauh dari manusia, jauh dari surga dan dekat dengan neraka. Orang jahil yang dermawan lebih disukai oleh Allah daripada ahli ibadah yang kikir.” (HR. Turmudzi).
Kedermawanan adalah bersegera memberi tanpa diminta. Jika memberi karena diminta maka itu hanya karena malu atau takut dicela. Kedermawanan yang sesungguhnya dilakukan secara spontan. Jika didahului oleh permintaan, maka yang demikian itu hanyalah penutup rasa malu atau upaya menyelamatkan diri dari hinaan.
Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam telah bersabda, : “Ada dua macam akhlak yang di sukai oleh Allah, dan dua akhlak yang dibenci oleh-Nya. Adapun dua akhlak yang disukai oleh Allah adalah dermawan dan berani. Adapun dua akhlak yang tidak disukai oleh-Nya adalah akhlak yang buruk dan kikir. Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi seorang hamba, maka Dia menjadikannya sebagai amil yang selalu memenuhi keperluan-keperluan orang banyak.” (HR. Baihaqi).
Di antara hamba-hamba Allah terdapat orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah Swt. baik berupa harta maupun ilmu atau kepandaian, hal tersebut khusus untuk menolong sesama kita. Selagi mereka mau mengulurkan tangan kepada sesama kita, maka Allah menetapkan nikmat-nikmat tersebut untuknya. Akan tetapi, jika mereka tidak mau menolong orang lain, maka Allah akan mencabut nikmat itu dari tangan mereka dan memindahkannya ke tangan orang lain.
Nabi Muhammad Saw. telah bersabda, : “Sesungguhnya Allah mempunyai kaum-kaum yang Dia khususkan mendapat banyak nikmat untuk kemanfaatan hamba-hamba Allah; Dia menetapkan nikmat-nikmat tersebut kepada mereka selagi mereka mendermakannya. Apabila mereka tidak mau mendermakannya, maka Dia mencabutnya dari tangan mereka lalu dipindahkan-Nya kepada selain mereka.” (HR. Ibnu Abud Dun-ya melalui Ibnu Umar r.a.).
Juga dalam sabdanya yang lain, : “Bentengi hartamu dengan mengeluarkan zakat, dan obati penyakit-penyakitmu dengan mengeluarkan sedekah”.
Dalam hadits yang lain Rasulullah Saw. bersabda, “Rasulullah Saw. apabila memasuki bulan Ramadhan, selalu membebaskan semua tawanan dan memberi setiap orang yang meminta.” (HR. Ibnu Said dari Aisyah r.a.).
Hadits ini menunjukkan bahwa dalam bulan Ramadhan Nabi Saw. adalah orang yang paling dermawan. Bahkan dalam hadits lain disebutkan, apabila datang bulan Ramadhan, maka Nabi Saw. adalah orang yang lebih pemurah dari angin yang bertiup sepoi. Nabi Saw memang orang yang pemurah, tetapi dalam bulan Ramadhan lebih pemurah lagi hingga semua tawanan yang ada padanya dibebaskan dan tiada seorang pun yang meminta kepadanya, melainkan beliau memberinya selama beliau Saw. memiliki apa yang dimintanya.
Mengingat keistimewaan bulan Ramadhan itu, sampai-sampai Rasulullah menyatakan dalam suatu hadits, “Kalau umatku menyadari nilai-nilai yang terkandung dalam bulan Ramadhan, niscaya mereka akan mengharapkan supaya seluruh tahun menjadi bulan Ramadhan.”
Agar kita menjadi orang yang dermawan maka hendaklah kita banyak memberi untuk hal-hal yang diridhai Allah di dalam hidup ini; janganlah sampai kecintaan kepada harta menguasai diri kita, dan janganlah merasa lebih terikat dengan apa yang ada pada tangan kita dibandingkan dengan apa yang ada pada tangan Allah Swt; janganlah kita memberi kesempatan kepada sifat kikir untuk bersemayam di dalam diri kita, karena itu adalah sifat tercela; hendaklah kita menjadi orang yang dermawan bagi agama kita. Raihlah pahala yang berlipat ganda di bulan Ramadhan ini.
Salah seorang sahabat berkata : “Jadilah orang dermawan tetapi jangan menjadi pemboros. Jadilah orang yang sederhana, tetapi jangan menjadi orang yang kikir.” Wallahu A’lam bish-Shawabi.
Drs.H. Karsidi Diningrat M.Ag