Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) secara resmi mengeluarkan pernyataan mengecam larangan penggunaan hijab bagi anggota Paskibraka yang baru-baru ini membuat publik heboh. Dalam siaran pers yang dikeluarkan hari ini, BKPRMI menyatakan ketidaksetujuan mereka terhadap kebijakan tersebut dan menilai bahwa kebijakan ini melecehkan konstitusi, mencederai hak asasi manusia serta prinsip keberagaman.
Ketua Umum DPP BKPRMI Periode 2024-2029, Nanang Mubarok, dalam keterangannya, Rabu (14/8/2024) menyebutkan bahwa kebijakan larangan penggunaan hijab bagi anggota Paskibra dalam kesempatan peringatan Hari Kemerdekaan RI di IKN merupakan bentuk diskriminasi yang tidak hanya mengabaikan HAM yakni hak beragama individu, tetapi juga melecehkan konstitusi negara RI itu sendiri dan bertentangan dengan semangat inklusivitas yang seharusnya dijunjung tinggi dalam setiap kegiatan kenegaraan.
Nanang Mubarok yang juga merupakan Honorary Director dalam International Forum on Global Faith and Culture atas dedikasinya dalam mempromosikan Sustainable Development of World Peace, Intercultural Dialogue, and Great Service to the Humanity mengatakan, dalam Pasal 29 ayat (1) dan (2) UUD 1945 sudah jelas-jelas dikatakan bahwa (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Lalu, pada ayat (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
“Larangan ini jelas mengabaikan hak dasar individu untuk menjalankan keyakinan agama mereka. Bagi orang Islam perempuan, memakai hijab itu adalah ibadah sekaligus bagian dari identitas dan praktik keagamaan bagi banyak wanita Muslimah. Kebijakan ini, dalam pandangan kami, tidak menghormati konstitusi, Pancasila, prinsip-prinsip HAM dan juga telah melecehkan ajaran agama Islam,” ujar Nanang Mubarok.
Jika hal demikian tidak segera ditindaklanjuti oleh para pihak yang berwenang, lanjut Nanang Mubarok yang juga Ketua Alumni TAPLAI LEMHANNAS RI-BKPRMI tahun 2023, tentu saja selain tidak bisa diterima karena akan bisa memancing dan menimbulkan keresahan serta kegaduhan di tengah-tengan masyarakat terutama di kalangan umat Islam, juga akan mengurangi kepercayaan masyarakat kepada Pemerintah yang sudah mulai terbangun selama ini.
BKPRMI menganggap bahwa langkah tersebut juga mencerminkan kurangnya penghargaan terhadap keberagaman dan pluralisme yang merupakan nilai-nilai penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pihaknya menekankan pentingnya menyediakan ruang bagi semua individu untuk berpartisipasi dalam acara publik tanpa harus mengorbankan nilai-nilai dan identitas pribadi mereka.
Lebih lanjut, BKPRMI mendesak pihak berwenang untuk membuka dialog konstruktif dengan perwakilan dari berbagai komunitas, termasuk komunitas Muslim, guna mencari solusi yang memungkinkan agar nilai-nilai keagamaan dapat dihormati tanpa mengurangi kekhidmatan acara. BKPRMI juga mendorong pemerintah dan panitia acara untuk mempertimbangkan alternatif yang dapat memastikan inklusivitas tanpa mengekang hak-hak individu.
“Kami menyerukan kepada semua pihak terutama umat Islam untuk tetap bijak dalam menyikapi kejadian ini, tidak mengambil tindakan destruktif dan main hakim sendiri. Kami meminta kepada Pemerintah atau pihak yang berwenang agar kebijakan ini segera dievaluasi ulang agar setiap individu, terlepas dari latar belakang agama atau budaya, dapat berpartisipasi dengan rasa hormat dan martabat dalam setiap acara kenegaraan,” tutup Nanang Mubarok.